Kamis, 07 Februari 2013

Melihat Allah Dalam Penderitaan Bag.1


Kita memerlukan stress, untuk tahu apa itu ketenangan.

Kita memerlukan musibah. Kita memerlukan penderitaan! Awalnya kaget juga Luqman mendengar perkataan Cang Haji Muhidin.
“Cang Haji serius?” tanya Luqman.
“Serius! Kenapa enggak!” jawabnya.
“Yang kita perlukan tuh duit, Cang Haji,” canda Luqman sambil tertawa kecil.
“Begini Man, kita memang memerlukan musibah, untuk bisa tahu apa itu ni’mat. Kita memang memerlukan penderitaan untuk bisa tahu apa itu kesenangan yang sebenarnya,”
“Oh… itu. Itu sih emang bener. Tapi siapa yang mau Cang?”
Yah, gimana lagi. Kadang manusia itu tidak bisa melihat Allah pas kaya, pas seneng. Makanya Allah coba dia dengan kesusahan. Siapa tahu, dengan jalan kesusahan, manusia tersebut bisa melihat Allah, mau mengenal-Nya dan mau mendekati-Nya.
“Maka jadilah kita butuh stress untuk tahu apa artinya ketenangan. Bahkan kita perlu dibuat sakit, untuk tahu betapa pentingnya menjaga kesehatan…” Cang Haji meneruskan.
“Makanya, kalau engga kepengen kita melihat, mengenal dan mendekati-Nya dalam kesusahan, buru-buru sekarang kita melihat, mengenal dan mendekati-Nya. Artinya, pas kaya, cepet-cepet ingat Dia, benahi kelakuan, jangan sombong, jangan zalim. Pas sehat, cepet-cepet menegakkan punggung buat shalat, cepat-cepat merelakan dahi untuk sujud. Supaya tidak disadarkan dengan penyakit. Pas mampu, buru-buru dah kita inget-inget ama yang kagak mampu. Dengan begini, kita tidak perlu dicabut kesenangan kita, kekayaan kita. Soalnya Allah menganggap, tidak perlu membuat kita susah, membuat kita jatuh miskin, atau membuat kita sakit yang berlebihan. Toh, tanpa ‘diingatkan’ Allah, kita udeh inget Dia duluan.”
Luqman mengangguk lagi.
“Dan janganlah kamu berlaku seperti orang-orang yang melupakan Allah, maka Allah menjadikan mereka lupa pada diri mereka sendiri…” (al Hasyr: 19).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar